Tag Archives: Banyuwangi

Kabupaten Banyuwangi (Kota Gandrung)

Standar

Lambang Kabupaten Banyuwangi.png

Kabupaten Banyuwangi, adalah sebuah kabupaten di Provinsi Jawa Timur, Indonesia. Ibukotanya adalahBanyuwangi. Kabupaten ini terletak di ujung paling timur Pulau Jawa, berbatasan dengan Kabupaten Situbondo di utara, Selat Bali di timur, Samudra Hindia di selatan, serta Kabupaten Jember dan Kabupaten Bondowoso di barat.Pelabuhan Ketapang menghubungkan Pulau Jawa dengan Pelabuhan Gilimanuk di Bali.

Kabupaten Banyuwangi terdiri atas 24 kecamatan, yang dibagi lagi atas sejumlah desa dan kelurahan. Kecamatan di Kabupaten Banyuwangi terdiri dari: 1. Pesanggaran 2. Siliragung 3. Bangorejo 4. Purwoharjo 5. Tegaldlimo 6. Muncar 7. Cluring 8. Gambiran 9. Tegalsari 10. Glenmore 11. Kalibaru 12. Genteng 13. Srono 14. Rogojampi 15. Kabat 16. Singojuruh 17. Sempu 18. Songgon 19. Glagah 20. Licin 21. Banyuwangi 22. Giri 23. Kalipuro 24. Wongsorejo

Geografi

Banyuwangi adalah kabupaten terluas di Jawa Timur. Luasnya 5.782,50 km^2.[1] Wilayahnya cukup beragam, dari dataran rendah hingga pegunungan. Kawasan perbatasan dengan Kabupaten Bondowoso, terdapat rangkaian Dataran Tinggi Ijen, dengan puncaknya Gunung Raung (3.282 m) dan Gunung Merapi (2.800 m), keduanya adalah gunung api aktif.

Bagian selatan terdapat perkebunan, peninggalan sejak zaman Hindia Belanda. Di perbatasan dengan Kabupaten Jember bagian selatan, merupakan kawasan konservasi yang kini dilindungi dalam sebuah cagar alam yakni Taman Nasional Meru Betiri. Pantai Sukamade, merupakan kawasan pengembangan penyu. Semenanjung Blambangan juga terdapat cagar alam Taman Nasional Alas Purwo.

Pantai timur Banyuwangi (Selat Bali) merupakan salah satu penghasil ikan terbesar di Jawa Timur. Di Muncar terdapat pelabuhan perikanan.

Sejarah

Sejarah Banyuwangi tidak lepas dari sejarah Kerajaan Blambangan. Pada pertengahan abad ke-17, Banyuwangi merupakan bagian dari Kerajaan Blambangan yang dipimpin oleh Pangeran Tawang Alun. Pada masa ini secara administratif VOC menganggap Blambangan sebagai wilayah kekuasannya, atas dasar penyerahan kekuasaan jawa bagian timur (termasuk blambangan) oleh Pakubuwono II kepada VOC. Namun VOC tidak pernah benar-benar menancapkan kekuasaanya sampai pada akhir abad ke-17, ketika pemerintah Inggris menjalin hubungan dagang dengan Blambangan. Daerah yang sekarang dikenal sebagai “komplek Inggrisan” adalah bekas tempat kantor dagang Inggris.

VOC segera bergerak untuk mengamankan kekuasaanya atas Blambangan pada akhir abad ke-18. Hal ini menyulit perang besar selama lima tahun (1767-1772). Dalam peperangan itu terdapat satu pertempuran dahsyat yang disebutPuputan Bayu sebagai merupakan usaha terakhir Kerajaan Blambangan untuk melepaskan diri dari belenggu VOC. Pertempuran Puputan Bayu terjadi pada tanggal 18 Desember 1771 yang akhirnya ditetapkan sebagai hari jadi Banyuwangi. Namun pada akhirnya VOC-lah yang memperoleh kemenangan dengan diangkatnya R. Wiroguno I (Mas Alit) sebagai bupati Banyuwangi pertama dan tanda runtuhnya kerajaan Blambangan.

Tokoh sejarah fiksi yang terkenal adalah Putri Sritanjung yang di bunuh oleh suaminya di pinggir sungai karena suaminya sangsi akan janin dalam rahimnya bukan merupakan anaknya tapi hasil perselingkuhan ketika dia di tinggal menuju medan perang. Dengan sumpah janjinya kepada sang suami sang putri berkata jika darahku yang mengalir di sungai ini amis memang janin ini bukan anakmu tapi jika berbau harum (wangi) maka janin ini adalah anakmu. Maka seketika itu darah yang mengalir ke dalam sungai terebut berbau wangi, maka menyesalah sang suami yang dikenal sebagai Raden Banterang ini dan menamai daerah itu sebagai Banyuwangi.

Tokoh sejarah lain ialah Minak Djinggo, seorang Adipati dari Blambangan yang memberontak terhadap kerajaan Majapahit dan dapat ditumpas oleh utusan Majapahit yaitu Damarwulan.namun sesungguhnya nama minak jinggo bukanlah nama asli dari adipati blambangan.nama minak jinggo diberikan oleh masyarakat majapahit sebagai wujud olok-olok kepada brehwirabumi yang memang keturunan kerajaan majapahit.

Seni Budaya

Kabupaten Banyuwangi selain menjadi perlintasan dari Jawa ke Bali, juga merupakan daerah pertemuan berbagai jenis kebudayaan dari berbagai wilayah. Budaya masyarakat Banyuwangi diwarnai oleh budaya Jawa, Bali, Madura, Melayu, Eropa dan budaya lokal yang saling isi mengisi dan akhirnya menjadi tipikal yang tidak ditemui di wilayah manapun di Pulau Jawa.

Jaranan Buto

Standar

Jaranan buto berarti “kuda lumping raksasa”. Keberadaan kesenian Jaranan Buto di daerah Banyuwangi, tidak terlepas dengan cerita rakyat yang melegenda yaitu Menak Jinggo. Menak Jinggo seorang raja kerajaan Blambangan, Raja Menak Jinggo berperawakan besar kekar bagaikan raksasa atau ”buto”.

Sesuai dengan namanya jaranan buto, para pemain kesenian ini berperawakan tinggi besar dan kekar, dengan memakai kostum mirip buto. Gerakan-gerakan tarinya juga mengekspresikan seperti “raksasa”

Tari Jaranan Buto dimainkan oleh 16-20 orang. Peralatan yang mengiringi kesenian jaranan buto adalah kendang, gong, terompet, kethuk dan kuda kepang dengan kepala berbentuk raksasa atau bentuk babi hutan serta topeng berbentuk kepala binatang buas. Kesenian ini biasanya dilakukan mulai pada Pukul 10.00 pagi sampai dengan – 16.00 sore. (dd)

Sumber :
http://resonansi-wahono.blogspot.com
http://www.banyuwangikab.go.id

Kesenian Gandrung

Standar

kesenian gandrung

Kata Gandrung diartikan sebagai terpesona. Dimaksudkan adalah terpesonanya masyarakat Blambangan yang agraris kepada Dewi Sri yaitu Dewi Padi yang membawa kesejahteraan bagi masyarakat. Ungkapan rasa syukur masayarakat setiap habis panen mewujudkan suatu bentuk kegembiraan sebagaimana penampilan Gandrung sekarang ini.

Pementasan Kesenia Gandrung biasanya diselenggarakan pada malam hari mulai pukul 21.00 – 04.00 pagi. Untuk memenuhi kebutuhan suatu acara tertentu pementasan seni Gadrung dapat juga dilakukan siang hari.Dalam hal ini penari Gandrung sebagai media bagi tuan rumah atau yang punya hajat didalam menjamu tamu. Jumlah pemain gandrung berkisar antara 8- 10 orang terbagi dalam 14 grup yang berisi 38 penari. Peralatan yang sering digunakan adalah kendang, kethuk, biola, gong dan kluncing.


Sumber :

http://www.banyuwangikab.go.id

Kawah Ijen

Standar

Kawah ijen yang berada di ketinggian 2.386m dpl, merupakan kawah danau terbesar dipulau jawa, kawah berbentuk ellips dengan ukuran kurang lebih 960 x 600 m dengan ketinggian permukaan air danau kurang lebih 2140 m dpl dengan kedalaman danau kurang lebih 200 m serta merupakan danau terasam didunia dengan ph 0,5.

Kawah belerang berada dalam sulfatara yang dalam. Kedalamannya 200 m dan mengandung kira-kira 36 juta meter kubik air asam beruap, diselimuti kabut berbau belerang yang berputar-putar diatasnya. Didalam kawah, berbagai warna dan ukuran batu belerang dapat ditemukan. Sungguh, kawah ijen merupakan taman batu belerang yang indah.

Pemandangan menjadi sangat unik ketika dari celah celah tebing curam terlihat begitu banyak para penambang belerang yang naik turun di sela-sela lereng kawah. Sekitar kurang lebih 100 orang membawa bebatuan kekuning-kuningan yang diatas pundaknya terlentang sebatang bambu dengan sejenis keranjang bambu yang dipenuhi puluhan kilogram belerang didalamnya yang tergantung disisi kanan kirinya. Beban yang dipikul memiliki berat yang beragam mulai 80 kg sampai dengan 120 Kg. tiap orang mondar-mandir, menggali belerang, naik turun, menuruni lereng beberapa kilometer sebelum beban dijual dipelelangan, dalam sehari dapat terkumpul belerang berkisar 6 sampai 7 ton. Itulah pemandangan alami kawah ijen kesehariannya.

Seperti halnya pemandangan di puncak gunung – gunung lainnya, pengunjung dapat melihat pemandangan yang menghampar luas kearah selat bali, serta pemandangan gunung lain yang ada di sekitar gunung ijen. Gunung ijen memiliki tetangga lain yaitu Gunung Merapi, Gunung Widodaren,

Gunung Ranti dan Gunung Papak. Yang dapat dilihat dari pos paltuding.

ketika mendaki pengunjung akan melewati Pondok Bunder

yang dibangun pada masa pemerintahan hindia belanda, berbentuk setengah lingkaran sehingga lebih dikenal dengan pondok bunder ( bentuknya lingkaran ) fungsi utamanya untuk mengukur curah hujan. Lingkungannya sejuk dengan pemandangan Kaldera Pegunungan ijen raksasa ( G. Raung, G. Rantai, G. Suket, dan G. Papak ), disini juga merupakan bird waching area.

Bunga edelweis juga dapat ditemui di sepanjang bulan juli sampai september, dibulan-bulan ini bunga abadi ini mulai tumbuh dan bersemi..

Bagaimana Akomnodasi yang disediakan?

Bagi pengunjung yang tidak membawa perbekalan, tidak perlu kuatir, sebab di Paltuding yaitu pos terakhir sebelum pengunjung melakukan pendakian ke puncak telah tersedia beberapa warung makanan dan juga penginapan serta terdapat pula camping ground. Disepanjang pendakian ke puncak juga terdapat warung sederhana yang menjual makanan.

Bagaimana menuju ke kawah ijen?

Jalan akses dari Banyuwangi ke gunung ijen relatif sudah sangat baik untuk dilewati berbagai jenis kendaraan. Bahkan kendaraan roda 2 dapat dengan mudah melewatinya. Hal itu karena jalan disepanjang pintu masuk yang berada di desa jambu ke kawasan wisata gunung ijen sampai dengan pos terakhir di Paltuding sudah beraspal.

Untuk mencapai Gunung Ijen dari Banyuwangi, bisa naik angkot trayek Banyuwangi – Licin – Jambu yang berjarak kurang lebih 45 km. Dari Jambu perjalanan dilanjutkan menuju Paltuding, dengan ojek atau sewa mobil. Paltuding merupakan Pintu gerbang utama ke Cagar Alam Taman Wisata Kawah Ijen, yang juga merupakan Pos PHPA (Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam).

Dari Paltuding berjalan kaki dengan jarak kurang lebih 3 km. Lintasan awal sejauh 1,5 km cukup berat karena menanjak. Sebagian besar jalur dengan kemiringan 25-35 derajat. Selain menanjak struktur tanahnya juga berpasir sehingga menambah semakin berat langkah kaki karena harus menahan berat badan agar tidak merosot ke belakang. Setelah beritirahat di Pos Bunder ( pos yang unik karena memiliki bentuk lingkaran) jalur selanjutnya relatif agak landai. Selain itu wisatawan/pendaki di suguhi pemandangan deretan pegunungan yang sangat indah. Untuk turun menuju ke kawah harus melintasi medan berbatu-batu yang lumayan terjal sejauh 250 meter.

Sumber:

Pelengkung/ G-Land

Standar

Plengkung atau yang dikenal oleh wisatawan mancanegara dengan nama G-Land merupakan surga bagi para peselancar profesional dari dalam negeri ataupun mancanegara. Huruf G berasal dari kata Grajagan, nama dari sebuah teluk yang memiliki ombak yang besar. G-Land dikelilingi oleh hutan hujan tropis yang masih alami. Bulan Mei sampai Oktober adalah bulan terbaik untuk surfing. G-Land menawarkan olahraga surfing yang paling digemari oleh para pesurfer dan disarankan hanya untuk para pesurfer profesional karena ombaknya yang dapat mencapai 5 meter.


Kebanyakan dari para peselancar berangkat dari Bali, melalui Banyuwangi langsung ke G-Land atau ke Grajagan, kemudian menyewa boat ke pantai Plengkung. Untuk menginap tersedia Cottage dan Jungle camp dekat pantai bagi para pengunjung.


Bagaimana Mencapai Pantai Plengkung atau G-Land?

Pantai Plengkung terletak di pantai selatan Banyuwangi, ujung timur Jawa Timur. Para pengunjung dapat mencapai Pantai ini dengan dua jalur; darat maupun darat dan laut.

Lewat Darat : Banyuwangi-Kalipahit (59 Km) naik Bus, Kalipahit-Pasaranyar (3 Km) dengan ojek atau menyewa mobil, Pasaranyar Trianggulasi-Pancur (15 Km), Pancur-Plengkung (9 Km) dengan Mobil Khusus.

Lewat Darat-Laut : Banyuwangi-Benculuk (35 Km) naik Bus atau kendaraan umum lainnya, Benculuk-Grajagan (18 Km) dan Grajagan Plengkung dengan Speet Boat.


Kedua jalur menuju Plengkung tersebut semuanya tidak ada masalah. Jika pengunjung memilih melalui Grajagan penginapan di pantai Grajagan tersedia, dan para pengunjung bisa menikmati keindahan pantai Grajagan sebelum berangkat ke pantai Plengkung

Sumber :

http://www.banyuwangitourism.com